PERUNDINGAN LINGGAJATI
Perundingan ini berlangsung di Linggajati,
Kuningan, pada 10 November 1946 dan ditandatangani pada 25 Maret 1947. Delegasi
Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo,
dan dr. A.K. Gani. Sementara Belanda diwakili oleh Willem Schermerhorn, F. de
Boer, H.J. van Mook, dan Max van Poll. Perundingan ini di mediasi oleh Lord
Killearn dari Inggris. Perundingan Linggajati menghasilkan beberapa kesepakatan,
yaitu:
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh Ratu Belanda.
Secara positif perjanjian ini memberikan pengakuan
de facto terhadap Indonesia. Namun Belanda terus mencoba mempersempit wilayah
kekuasaan Indonesia yang memicu ketegangan lebih lanjut. Dampak negatifnya,
pengakuan de facto ini tidak sesuai dengan luas wilayah Hindia-Belanda, yang
seharusnya meliputi dari Sabang sampai Merauke. Perjanjian ini menimbulkan
kekecewaan dari Sebagian rakyat terhadap cabinet Syahrir III. Beberapa partai
menganggap perjanjian ini sebagai bukti lemahnya pemerintahan Indonesia dalam
mempertahankan kedaulatannya.
Perjanjian Linggajati berakhir setelah pada 15 Juli
1947, H.J. van Mook menyampaikan pidato di radio bahwa Belanda tidak lagi
terikat dengan Perjanjian Linggajati. Selanjutnya, Belanda menyerang
wilayah-wilayah yang dikuasai Indonesia. Serangan ini dikenal dengan Agresi
Militer Belanda I yang dimulai pada 21
Juli 1947.
0 comments:
Post a Comment